CIBINONG - Persoalan puncak yang dikambinghitamkan menjadi penyebab banjir di kawasan ibukota negara, Jakarta tak bisa dilimpahkan kepada pemerintah daerah Kabupaten (Pemkab) Bogor begitu saja. Apalagi, bila harus menyalahkan aliran Sungai Ciliwung menjadi penyebabnya.
Hal ini terungkap dalam boling (Rebo keliling-red.) di Raiser Ikan Hias, Departemen Kelautan dan Perikanan dan LIPI, Jalan Raya Jakarta-Bogor, Kelurahan Nanggewer Mekar, Kecamatan Cibinong, Rabu (13/3), kemarin.
Menurut Bupati Bogor, Rachmat Yasin, kesalahan itu juga disebabkan karena jalan untuk aliran air dari sungai termasyur di bumi "Tegar Beriman" ini diambil oleh orang-orang tak bertanggungjawab yang domisilinya di Jakarta.
"Ciliwung itu sumber kehidupan. Bagi masyarakat Bogor, Ciliwung itu pembawa berkah. Jadi harus dilestarikan. Bukan sungai sumber bencana. Kalau ada yang menyebabkan bencana, ya salah sendiri jalan Ciliwung diambil alih. Ya marahlah, dia ngalir ke hotel, apartemen, dan komplek-komplek perumahan," tegas RY, dalam sambutannya.
Ia menegaskan, Ciliwung sudah dikendalikan sedemikian rupa sejak zaman Belanda melalui pintu Air Katulampa. Sehingga, tak ada alasan menyalahkan Bogor dalam hal banjir yang terus mengaliri ibukota.
RY yang juga Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Jawa Barat ini melanjutkan, pemerintah pusat dan provinsi DKI Jakarta juga memiliki kepentingan untuk memelihara kawasan puncak.
"Kan kita tidak sebagai pemerintahan tidak hanya pemerintah daerah, ada pemerintah pusat, ada DKI yang punya kepentingan," ucapnya. Untuk itu, dibutuhkan sinergitas yang baik, termasuk dalam pengambilan tindakan hukum, terutama bagi pelanggaran yang tidak sesuai peruntukan lahan.
Ditanya terkait koordinasi pemprov DKI dimana Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, yang lebih dikenal dengan Ahok pernah berseloroh akan membeli vila-vila di kawasan Puncak, hingga kini, aku bupati, dirinya belum mendapat informasi lebih lanjut. "Belom. Itu kan baru wacana. Teknisnya seperti apa saya belum tahu," kata dia lagi.
Sejalan dengannya, Kepala Dinas Tata Ruang dan Pertanahan (DTRP) Kabupaten Bogor, Burhanudin menjelaskan, persoalan puncak sudah menjadi urusan nasional, provinsi dan kabupaten.
Karenanya, perlu dibentuk tim terpadu untuk menangani konservasi Puncak. "Tidak boleh menyalahkan Bogor saja karena bukan hanya milik Bogor atau Cianjur saja. Tapi kepentingan regional dan nasional ada di dalamnya," jelas Burhan, sapaan akrabnya.
Bila ingin fungsi konservasi diperluas di kawasan Puncak, maka harus ada keterpaduan dari sisi pembuatan aturan dan anggaran. "Soal bagaimana pengaturan mana kawasan ruang terbuka hijau, konservasi, perdagangan jasa, mana pemukiman penduduk itu gampang. Tinggal nanti kalau konservasi diperluas itu ada hak-hak keperdataan masyarakat yang harus dibebaskan. Darimana anggarannya? Ya bersama-sama," tandasnya.
sumber: Pakuan Raya